Selasa, 24 April 2018

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Model Pemrosesan Informasi, Metakognisi, Konstruktivisme

Dosen Pengampu : Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A.





Disusun oleh :

Eleonora Omega Nawang Yvana             161134007
Natalia Desmi Swastantri                         161134015
Rosalia Okta Rinartika                              161134017
Lorensa Juarsih                                         161134040
Renaldi Aji Nugroho                                161134235


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018





BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan diharapkan dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan potensi yang ada dalam dirinya. Kemampuan peserta didik tersebut dapat ditingkatkan melalui proses belajar di sekolah.
Proses pembelajaran yang berkualitas ditandai oleh keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan melalui pendekatan student centered learning dan self regulated learning dalam pembelajaran (Tan,2004; Fauzi,2011). Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk aktif dalam aktivitas pembelajarannya dan dan menumbuhkan sikap kemandirian dalam belajar peserta didik.
Pada saat ini dalam dunia pendidikan terutama pada saat proses pembelajaran banyak orang yang mengemukakan pendapatnya dengan memunculkan inovasi baru dalam pembelajaran. Pembelajaran yang inovasi yang dikemukakan yaitu teori konstruktivisme dan teori megakognisi. Pemilihan teori ini dikarenakan agar siswa bisa aktif ketika proses pembelajaran terhadap persoalan-persoalan. Teori ini dikemukakan karena pembelajaran di kelas saat ini masih menggunakan metode ceramah, sehingga membuat siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran. 
Maka dari permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana teori-teori ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana pembelajaran model pemrosesan informasi?
2.    Bagaimana pembelajaran metakognisi?
3.    Bagaimana pembelajaran konstruktivisme? 

C.      TUJUAN
1.    Mengetahui pembelajaran model pemrosesan informasi.
2.    Mengetahui pembelajaran metakognisi.
3.    Mengetahui pembelajaran konstruktivisme.







BAB II
PEMBAHASAN

A.      Model Pemrosesan Informasi
Dalam pemrosesan informasi, terdapat tiga hal yang yang terlibat, yaitu pengodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali.
1.        Pengodean
Pengodean adalah proses masuknya informasi kedalam memori. Misalnya, ketika siswa sedang mendengarkan musik, mendengarkan guru, melihat film, berbicara dengan orangtua/orang sekitar, dan meraba benda-benda disekitarnya, berarti ia mengkodekan informasi ke dalam memori. Pengodean terdiri dari beberapa proses, yaitu pengulangan, pemrosesan yang mendalam, pembentukan gambaran, dan organisasi. Pengulangan adalah mengulang informasi secara sadar agar informasi tinggal dalam memori lebih lama. Pengulangan biasanya tidak menanamkan arti apapun di dalam kepala, sehingga tidak berfungsi dengan baik untuk menyimpan informasi dalam jangka panjang. Pengulangan bukanlah cara yang efisien untuk melakukan pengodean informasi memori dalam jangka panjang. Perlu adanya pemrosesan yang lebih mendalam agar individu dapat mengingat dengan baik. Elaborasi adalah luasnya pemrosesan informasi yang terlibat dalam pengodean. Maka, ketika elaborasi digunakan dalam pemrosesan informasi, maka memori akan diuntungkan. Elaborasi berfungsi dengan baik dalam pengodean alasannya adalah karena elaborasi menambah kekhususan kode memori (Ellis, 1987; Hunt & Ellis, 2004). Untuk mengingat sepotong informasi, siswa harus mencari kode informasi tersebut di memori jangka panjang mereka.
Allan Paivio (1971, 1986) berpendapat bahwa memori disimpan dalam 2 cara, yaitu sebagai kode verbal dan sebagai kode gambar. Semakin detail kode gambar, maka semakin baik memori tentang informasi tersebut. Ketika siswa membuat gambaran tentang sesuatu, berarti siswa tersebut sedang mengelaborasikan informasi tersebut. Pemotongan merupakan strategi pengorganisasian memori yang bermanfaat dengan melibatkan pengelompokan informasi. 
Contoh pengodean :
     Ketika siswa sedang mendengarkan musik, mendengarkan guru, melihat film, berbicara dengan orangtua/orang sekitar, dan meraba benda-benda disekitarnya, berarti ia mengkodekan informasi ke dalam memori.

2.        Penyimpanan
Setelah siswa mengodekan informasi, maka informasi tersebut harus disimpan. Penyimpanan memori melibatkan tiga jenis memori dengan kerangka waktu yang berbeda, yaitu:
-            Memori sensoris (memory sensory)
Memori sensoris menyimpan informasi dalam bentuk aslinya hanya dalam waktu sebentar. Siswa mempunyai mempunyai memori sensoris untuk suara selama beberapa detik, dan untuk gambar visual hanya kurang lebih seperempat detik. Contohnya adalah ketika siswa sedang dalam perjalanan menuju sekolah, ia melihat banyak hal. Meskipun perhatiannya tertuju pada suatu hal, namun akan segera terlupakan oleh sesuatu yang lebih menarik.

-            Memori jangka pendek (short-term memory/working memory)
Working memory adalah ingatan dari pikiran dasar yang mudah diakses. Working memory memiliki dua fungsi penting yaitu mempertahankan dan menarik informasi (unsworth & Engle,2007). Informasi yang diperoleh dapat dipertahankan dalam keadaan aktif dan dapat dihubungkan dengan informasi yang ada dalam memori jangka panjang. Misalnya ketika siswa mengerjakan soal perkalian 45 x 7, siswa mengingat 5x7=35 dan siswa akan mencari hasil dari 45x7= 35+280=315. Para peneliti menyatakan bahwa Working Memory terbatas waktu dan kapasitasnya karena hanya bisa menyimpan sedikit informasi.
Miller menyatakan bahwa WM berkapasitas tujuh plus atau minus 2 item. Item-item tersebut merupakan makna kata, huruf, atau tuturan umum. Penelitian Sternberg (1969) tentang pemindaian memori (memory scanning) yang menyimpulkan seseorang menarik informasi dari memori yang aktif dengan pemindaian item-item secara berurutan. Misalnya ketika seorang guru mendikte siswanya untuk menulis beberapa pertanyaan tentang materi, ketika guru mendiktekan soal tersebut per-3 kata siswa akan mudah mengingatnya namun ketika guru mendiktekannya per-5 kata mungkin beberapa siswa akan kesulitan dalam mengingatnya sehingga mereka akan meminta gurunya untuk mengulang kata-kata tersebut.
Proses-proses kontrol (eksekutif) meliputi pengulangan, prediksi, pengecekan, pengawasan, dan aktifitas kognitif. Pengulangan informasi dapat memperkuat ingatan dan mempertahankan informasi tersebut dalam WM (Baddeley, 2001; Rundus,1971; Rundus & Atkinson, 1970).
Model working memory Baddeley terdiri dari tiga komponen utama, yaitu :
a)   Putaran fonologis
Putaran fisiologis dikhususkan untuk menyimpan informasi berbasis pidato tentang bunyi bahasa secara singkat.
Contoh : siswa dapat menyebutkan nama-nama hewan dalam Bahasa Inggris serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dalam daftar nama hewan yang sebelumnya diberikan oleh guru.
b)   Working memory visual ruang
Working memory visual ruang menyimpan informasi visual dan ruang, termasuk imajinasi visual.
Contoh : siswa mampu menggambar denah rumahnya.
c)    Eksekutif sentral
Eksekutif sentral menggabungkan informasi dari putaran fonologis, working memori visual ruang, dan juga memori jangka panjang.
Contoh : siswa mampu menjelaskan dan menunjukkan pada peta dimana letak kota bandung.

-            Memori jangka panjang (long-term memory)
Long Term Memory (LTM) adalah proses memori yang sifatnya permanen. Artinya adalah bahwa informasi yang disimpan dapat bertahan dalam waktu yang panjang. Informasi dalam LTM berupa struktur-struktur asosiatif yang bersifat kognitif. Memori manusia dapat diakses berdasarkan isi (content addressable).  Informasi dapat disimpan secara bersama sehingga mengetahui informasi apa yang sedang dicari dan informasi tersebut lebih mudah diingat oleh memori manusia (Baddeley, 1998). Informasi dalam pikiran manusia dapat dianalogikan seperti perpustakaan yang menunjukkan pada isi yang berbeda dan dapat diakses melalui wilayah isi manapun yang memuat pengetahuan tersebut (Calfee,1981).
Endel Tulving (1972, 2000) mengemukakan perbedaan memori episodik dan memori semantik. Memori episodik adalah memori mengenai informasi tentang waktu dan tempat terjadinya peristiwa dalam kehidupan. Contoh dari memori episodik adalah memori para siswa tentang hari pertama di sekolah, atau tamu yang datang untuk berbicara di kelas minggu lalu. Memori semantik adalah mencakup pengetahuan umum seorang siswa tentang dunia. Misalnya saja siswa mengetahui bahwa Tokyo adalah ibukota dari Negara Jepang.
Gupta & Cohen (2002) mengungkapkan bahwa para peneliti menemukan perbedaan memori deklaratif dan memori prosedural. Dalam memori deklaratif orang mengingat peristiwa atau pengalaman-pengalaman baru. Memori prosedural adalah memori untuk keterampilan-keterampilan, prosedur-prosedur, dan bahasa sehingga seseorang perlu berlatih untuk bisa mempertahankannya, misalnya ketika siswa bermain basket, siswa perlu terus berlatih agar cara bermain basketnya semakin mahir.
Paivo (1971) mengemukakan bahwa pengetahuan disimpan dalam bentuk visual dan verbal. Objek-objek yang nyata atau konkret biasanya akan diingat dalam bentuk gambar, misalnya ketika guru mengatakan seeokor anjing maka siswa akan membayangkan seekor anjing. Konsep atau objek yang berbentuk abstrak akan tersimpan dalam bentuk verbal, misalnya saat ujian siswa diminta untuk mengerjakan soal mandiri, maka kata mandiri akan tersimpan dalam ingatan siswa ataupun guru tersebut dalam bentuk verbal atau kata.

Karakteristik-karakteristik dan perbedaan-perbedaan dari sistem-sistem memori:
Tipe Memori
Karakteristik
Jangka pendek (sedang digunakan/working memory)
Kapasitas terbatas (sekitar tujuh item), durasi singkat (jika tidak dilakukan pengulangan), pikiran sadar yang dapat segera diakses.
Jangka panjang
Secara teoritis kapasitasnya tidak terbatas, penyimpanan yang permanen, informasi teraktifkan ketika ada tanda untuk mengaktifkan.
episodik
Informasi dalam LTM yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa, waktu-waktu, dan tempat-tempat tertentu.
Semantik
Informasi dalam LTM yang melibatkan pengetahuan dan konsep-konsep umum yang tidak terikat dengan konteks-konteks tertentu.
verbal
Proposisi-proposisi (unit-unit informasi)
Visual (iconic)
Informasi-informasi yang dikodekan dalam bentuk gambar-gambar, citra-citra tertentu, dan kejadian-kejadian.

3.        Pemanggilan Kembali
Pemanggilan kembali adalah tugas memori untuk mengembalikan informasi yang dipelajari sebelumnya. Pemanggilan kembali dipengaruhi oleh sifat dari petunjuk yang digunakan untuk mendorong memori (Allan & yang lainnya, 2001). Selain itu, untuk memahami pemanggilan kembali perlu mempertimbangkan prinsip kekhususan pengodean. Prinsipya adalah bahwa asosiasi yang terbentuk pada saat pengodean atau pembelajaran cenderung merupakan petunjuk pemanggilan kembali yang efektif.

B.       Metakognisi
Metakognisi merupakan istilah yang diperkenalkan Flavell tahun 1976. Flavell (Lioe et al. , 2006) menyatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran seseorang tentang proses kognitifnya dan kemandiriannya untuk mencapai tujuan tertentu. Biryukov (2003) mengemukakan bahwa konsep metakognisi merupakan dugaan pemikiran seseorang tentang pemikirannya yang meliputi pengetahuan metakognitif (kesadaran seseorang tentang apa yang diketahuinya), keterampilan metakognitif (kesadaran seseorang tentang sesuatu yang dilakukannya) dan pengalaman metakognitif (kesadaran seseorang tentang kemampuan kognitif yang dimilikinya).
Metakognisi berarti pengetahuan tentang belajarnya diri sendiri ( Flavell, 1985; Garner dan Alexander, 1989 dalam Nur, 2004). Pada hakekatnya penfertian metakognisi adalah memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Kesadaran berpikir seseorang yang dimaksud adalah kesadaran seseorang tentang sesuatu yang diketahui, sesuatu yang dilakukan, sesuatu yang akan dilakukan dan sesuatu pengetahuan yang dimiliki. Karena itu, metakognisi dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu: pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif.
Pengetahuan metakognitif memuat pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan kondisional (conditional knowledge) (OLRC News, 2004). Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pebelajar serta pengetahuan tentang strategi, keterampilan dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya untuk keperluan belajar. Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan segala sesuatu yang telah diketahui dalam pengetahuan deklaratif dalam aktivitas belajarnya. Pengetahuan kondisional yaitu pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu prosedur, keterampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi yang bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik daripada prosedur-prosedur yang lain. Oleh sebab itu pengetahuan metakognitif dianggap sebagai berpikir tingkat tinggi karena melibatkan fungsi eksekutif yang lebih mengkoordinasikan perilaku pembelajaran.
Pengalaman metakognitif melibatkan penggunaan strategi metakognitif. Strategi metakognitif adalah proses sekuensial untuk mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dipenuhi.  Melalui strategi metakognitif, siswa dituntut mampu merencanakan, memantau, dan mengevaluasi kognisinya. Karakter strategi metakognitif berpotensi melatihkan kemandirian belajar. Melalui strategi metakognitif, siswa mampu merencanakan :
(1)     Tujuan yang dicapai
(2)     Waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan
(3)     Pengetahuan awal untuk mencapai tujuan
(4)     Strategi kognitif untuk mencapai tujuan

Siswa juga dituntut memantau :
(1)      Tujuan yang dicapai
(2)      Waktu yang digunakan
(3)      Kecukupan pengetahuan awal
(4)      Pelaksanaan strategi kognitif

Siswa dituntut terampil mengevaluasi :
(1)      Ketercapaian tujuan
(2)      Penggunaan waktu
(3)      Relevansi pengetahuan awal
(4)      Efektifitas strategi kognitif yang digunakan

C.      Konstruktivisme
Kontruktivisme adalah perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa setiap individu membentuk atau membangun sebagan besar dari pengetahuannya (Bruning et al.,2004). Dalam kontruktivisme manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri sendiri (Geary,1995). Teori konstruktivis melihat bahwa siswa sebagai orang yang terus menerus memeriksa informasi baru terhadap aturan lama dan kemudian merevisi aturan tersebut apabila tidak digunakan. Teori ini menyarankan bahwa jauh lebih baik siswa bisa aktif dalam pembelajaran. Penekanan pada siswa sebagai orang yang aktif akan membuat pengajaran tersebut berpusat pada siswa. Dalam teori ini bermaksud guru hanya sebagai pemandu di kelas dan siswa sebagai pusat dalam pengajaran.

       Akar Sejarah Konstruktivisme
Revolusi kontruktivis mempunyai akar yang jauh dalam sejarah pendidikan. Revolusi ini sangat mengandalkan karya Piaget dan Vygotsky sebagai sumber sebab kedua sumber tersebut menekan bahwa hakikat sosial pembelajaran, dan menyarankan penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan campuran untuk meningkatkan perubahan konsep.
Pembelajaran Sosial
Dalam pembelajaran sosial yang bersumber dari Vygotsky memiliki empat prinsip utama yang telah memainkan peran penting. Yang pertama adalah penekanan pada hakikat sosial pembelajaran. Ia berpendapat bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya. Vygotsky mencatat bahwa orang yang berhasil menyelesaikan masalah mengungkapkan diri melalui masalah yang sulit.
Zona Perkembangan Proksimal
Konsep utama yang kedua ini adalah siswa paling baik mempelajari konsep yang berada dalam zona perkembangan proksimal ini. Sebab, siswa bekerja dalam zona perkembangan proksimalnya ketika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka kerjakan sendirian, tetapi dapat mengerjakannya dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa.
Pemagangan Kognitif
Istilah ini merujuk ke proses ketika pebelajar secara bertahap memeroleh keahlian melalui interaksi dengan ahli, baik itu orang dewasa maupun teman sebaya yang lebih maju. Pengajaran siswa adalah bentuk pemagangannya.  Pakar teori konstruktivis menyarankan agar guru memindahkan model pengajaran dan pembelajaran yang bertahan lama dan sangat efektif ini ke kegiatan sehari-hari di ruang kelas, dengan melibatkan siswa ke dalam tugas yang rumit maupun membantu mereka melalui tugas ini dan dengan melibatkan siswa ke dalam kelompok belajar yang heterogen dan kooperatif di mana siswa yang lebih maju membantu siswa yang kurang maju menyelesaikan tugas yang rumit.
Pembelajaran Termendiasi
Pembelajaran termendiasi ini berperan penting dalam pemikiran konstruktivis modern. Menurut Vygotsky saat ini siswa hendaknya diberi tugas yang rumit, sulit, dan realistis dan kemudian diberi cukup bantuan yang mencapai tugas ini. Prinsip ini digunakan untuk mendukung penggunaan proyek di ruang kelas, simulasi, penjajakan dalam komunikasi, penulisan untuk pembaca yang sesungguhnya, dan tugas otentik lain.

Pandangan Konstruktivisme oleh Piaget:
1.      Skema
Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Misalnya, guru sedang mengajarkan siswa kelas 1 SD tentang gambar-gambar hewan. Kemudian, guru menanyakan gambar hewan kuda kepada salah satu siswa. Siswa tersebut belum pernah melihat kuda dan menjawab “sapi” karena ia lebih sering melihat sapi. Siswa tersebut belum bisa membedakan kedua hewan tersebut karena ia memiliki konsep bahwa kedua hewan tersebut sama. Konsep yang dimiliki siswa tersebut bahwa hewan tersebut sama-sama memiliki 4 kaki, 2 mata, dan 2 telinga. Apabila siswa mampu membedakan kedua hewan tersebut, maka ia telah mengembangkan skema tentang kuda dan sapi.
2.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Contohnya adalah ketika siswa masuk ke SMP, siswa sudah dapat memahami cara penggunaan rumus luas segitiga dan dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah karena saat di SD siswa sudah mendapatkan materi dan sudah diajarkan  rumus-rumus tersebut.
3.      Akomodasi
Seseorang dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punya. Contohnya adalah siswa SMP diminta untuk menghitung luas segitiga siku-siku. Untuk menghitung luas tersebut, siswa harus menentukan ukuran panjang alas atau tingginya, maka siswa menggunakan konsep teorema pythagoras terlebih dahulu.
4.      Equilibration
Equilibration, yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.
Contoh : Anak yang mempunyai pengalaman merasakan sakit karnena terpecik api mempunyai skema bahwa api adalah sesuatu yang berbahaya, maka harus dihindari. Ketika melihat api, maka ia akan menghindar. Semakin dewasa, pengalaman anak tentang api semakin bertambah. Ketika sering melihat ibunya memasak menggunakan api, maka skema tersebut akan disempurnakan, bahwa api tidak harus dihindari, melainkan dimanfaatkan. Ketika anak melihat banyak pabrik membutuhkan api, maka skema anak akan lebih sempurna menjadi api sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia.

Sudut pandang tentang konstruktivisme :
Eksogenus
Penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah konstruksi ulang dari dunia luar. Dunia memengaruhi keyakinan-keyakinan melalui penglaman-pengalaman, pengamatan terhadap model-model, dan pengajaran. Pengetahuan dipandang akurat jika ia mencerminkan realitas eksternal.
Endogenous
Pengetahuan diperoleh dari pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya, tidak secara langsung dari interaksi-interaksi lingkungan. Pengetahuan bukanlah cermin dari dunia luar; pengetahuan itu berkembang melalui abstraksi kognitif.
Dialektikal
Pengetahuan diperoleh dari interaksi-interaksi antara orang-orang dan lingkungan-lingkungan mereka. Kondtruksi-konstruksi atau interpretasi-interpretasi tidak selalu terikat dengan dunia luar ataupun keseluruhan kegiatan pikiran. Pengetahuan mencerminkan hasil-hasil dari kontradiksi-kontradiksi mental yang ditimbulkan dari interaksi-interaksi seseorang dengan lingkungan.

Contoh konstruktivisme eksogenus: siswa yang mempresentasikan tentang cara memproduksi tempe. Konstuktivisme endogenous lebih menekankan pada koordinasi tindakan-tindakan kognitif (Bruning et al., 2004). Contoh kontruktivisme endogenus: sekelompok siswa yang membahas tentang soal-soal IPA tentang bagian-bagian tumbuhan.  Contoh konstruktivisme dialektikal : siswa study tour ke kebun salah, pernah diceritakan ibunya bagaimana cara membedakan salak yang sudah matang dan belum matang, karena penasaran ia membuktikannya.







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
  1. Dalam pemrosesan informasi, terdapat tiga hal yang yang terlibat, yaitu pengodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali. Pengodean adalah memasukkan informasi ke dalam memori. Penyimpanan adalah penahanan informasi di setiap waktu. Pemanggilan kembali yaitu mengeluarkan informasi dari penyimpanan.
  2. Metakognisi berarti pengetahuan tentang belajarnya diri sendiri. Karakter strategi metakognitif berpotensi melatihkan kemandirian belajar. Melalui strategi metakognitif, siswa dituntut mampu merencanakan, memantau, dan mengevaluasi kognisinya.
  3. Kontruktivisme adalah perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa setiap individu membentuk atau membangun sebagan besar dari pengetahuannya. Teori ini menyarankan bahwa jauh lebih baik siswa bisa aktif dalam pembelajaran.






DAFTAR REFERENSI

Santrock, John W. (2009). Psikologi pendidikan. Jakarta : Salemba Humanika.
Schunk, Dale H. (2008). Learning theories : an educational perspective. Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall.
Slavin, Robert E. (2011). Psikologi pendidikan teori dan praktek. Jakarta : PT. Indeks.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=436138&val=9236&title=MODEL%20PEMBELAJARAN%20PEMROSESAN%20INFORMASI